Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons masyarakat terkait dengan kebijakan yang mengatur kekerasan seksual dan perkawinan anak, mengetahui prevalensi dan bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak di Indonesia, dan untuk mengetahui prevalensi perkawinan anak di Indonesia.
Stereotip negatif responden terhadap perempuan cenderung rendah, meskipun tidak sedikit responden yang masih memiliki stereotip negatif terhadap perempuan.
Responden menilai lokasi yang paling rentan terjadi kekerasan seksual adalah tempat yang dekat dengan korban yaitu tempat tinggal dan tempat kerja.
Hampir keseluruhan responden setuju untuk menyelesaikan Kekerasan Seksual melalui jalur hukum.
Mayoritas responden menilai hak-hak perlindungan korban Kekerasan Seksual adalah hal yang penting. Meskipun masih terdapat kecenderungan untuk mengabaikan beberapa hak perlindungan korban seperti diberikannya juru bicara yang diperlukan.
Meskipun mayoritas responden memiliki kecenderungan untuk tidak mengkriminalisasi korban, namun tidak sedikit responden yang merasa harus menghukum korban Kekerasan Seksual khususnya mengenai pengguguran kandungan.
Responden cenderung untuk menghukum pelaku Kekerasan Seksual dengan hukuman maksimal yaitu 10 -15 tahun.
Pemberlakukan segara RUU PKS didomuniasi oleh responde yang setuju.
Mayoritas respoden berpendapat bahwa menikahkan anak perempuan di bawah 19 tahun diperbolehkan.
Alasan tertinggi responden memperbolehkan menikahkan anak adalah jika anak telah melakukan hubungan seksual atau hamil.
Meskipun responden cenderung memiliki pemahaman terhadap resiko pernikahan anak, akan tetapi masih cukup besar responden yang belum memahami resiko perkawinan anak secara menyeluruh.