KataHukum
Favorit

Kategori:Reviktimisasi

Mengapa saya perlu tahu soal reviktimisasi?

Dengan mengetahui soal reviktimisasi, anda dapat memahami bahwa perempuan sebagai korban kerap disalahkan dan disudutkan atas peristiwa yang dialami yang pada akhirnya akan merugikan perempuan.

Padahal ketika ia menjadi korban, seharusnya diposisikan sebagai seseorang yang memiliki berhak untuk memperoleh bantuan, mendapatkan perawatan kesehatan dan sebagainya.

Selain itu, mengetahui reviktimisasi membantu anda dalam mengidentifikasi potensi risiko atau situasi yang dapat memperburuk kondisi korban. Dengan memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan reviktimisasi, upaya perlindungan dan keselamatan bagi korban dapat ditingkatkan. Terlebih lagi anda dapat lebih memahami kompleksitas dan kesulitan yang dihadapi oleh korban kekerasan atau trauma.


Bagikan di Sosial Media

FacebookTwitterWhatsappEmailLinkedin

Lihat Hasil Berkaitan

Apakah saya akan dianggap bukan perempuan baik-baik oleh hakim jika saya melaporkan kasus perkosaan/pelecehan seksual?

Apakah saya akan dianggap bukan perempuan baik-baik oleh hakim jika saya melaporkan kasus perkosaan/pelecehan seksual?

Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?

Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?

Pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan pada:

  1. Kasus Perdagangan Orang (Pasal 34 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang)
  2. Kasus yang korban atau saksinya adalah anak (Pasal 27 ayat (3) huruf b Sistem Peradilan Pidana Anak)
  3. Kasus Terorisme (Pasal 34A ayat (1) huruf d Undang-Undang Terorisme)
  4. Penyandang Disabilitas (Pasal 11 PP 39 Tahun 2020 Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan)
  5. Kondisi di mana saksi dan/atau korban merasa mendapatkan ancaman yang sangat berat (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban)
Apa saja jenis-jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?

Apa saja jenis-jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?

Pada Pasal 5 s.d Pasal 9 UU PKDRT telah mengatur jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga, yakni meliputi:

  1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
  2. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
  3. Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
  4. Penelantaran rumah tangga, yaitu perbuatan yang menelantarkan dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut dan perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut
Bagaimana cara saya mengajukan permohonan kompensasi (ganti rugi yang diberikan oleh negara)?

Bagaimana cara saya mengajukan permohonan kompensasi (ganti rugi yang diberikan oleh negara)?

Korban atau keluarga atau pendamping dapat mengajukan permohonan Kompensasi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan membawa dokumen-dokumen pendukung. Adapun dokumen yang perlu dilampiri adalah fotokopi identitas korban yang disahkan oleh pejabat berwenang, bukti kerugian yang nyata-nyata diderita oleh korban atau keluarga yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang berwenang, bukti biaya yang dikeluarkan selama perawatan dan/atau pengobatan yang disahkan oleh instansi atau pihak yang melakukan perawatan atau pengobatan, fotokopi surat kematian, jika korban meninggal dunia, surat keterangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomNas HAM) yang menunjukkan pemohon sebagai korban atau keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, surat keterangan hubungan keluarga, jika permohonan diajukan oleh keluarga dan surat kuasa khusus apabila permohonan kompensasi diajukan oleh kuasa korban atau kuasa keluarga.

Pengajuan permohonan ini dapat dilakukan dengan memberi surat permohonan atau mengisi formulir dari LPSK.