Kategori:Pemeriksaan Audio Visual
Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?
Pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan pada:
- Kasus Perdagangan Orang (Pasal 34 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang)
- Kasus yang korban atau saksinya adalah anak (Pasal 27 ayat (3) huruf b Sistem Peradilan Pidana Anak)
- Kasus Terorisme (Pasal 34A ayat (1) huruf d Undang-Undang Terorisme)
- Penyandang Disabilitas (Pasal 11 PP 39 Tahun 2020 Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan)
- Kondisi di mana saksi dan/atau korban merasa mendapatkan ancaman yang sangat berat (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban)
Tautan atau Referensi
- -
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Mengapa perempuan kerap mengalami kekerasan?
Perempuan kerap mengalami kekerasan dikarenakan:
- Adanya relasi kuasa yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan
- Adanya budaya patriarki yang memposisikan kedudukan laki-laki di atas perempuan
- Adanya stereotip gender di masyarakat bahwa perempuan lemah sehingga seringkali mendapatkan kekerasan
- Adanya pemahaman yang kurang tepat terhadap ajaran agama atau adat
Dan masih banyak lagi.
Saya dijanjikan akan diberikan uang bila saya mau memberikan foto telanjang saya, namun ketika saya memberikan foto tersebut, saya dipaksa untuk berhubungan badan, bila tidak mau maka foto saya akan disebar. Karena saya tidak mau, foto tersebut telah disebar. Apakah saya dapat melaporkannya?
Ya, Anda dapat melaporkannya.
Perbuatan tersebut dapat dikenakan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana pencara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Apakah restitusi (ganti kerugian) akan dipenuhi oleh pelaku tindak kriminal?
Belum tentu. Bisa saja pelaku tidak membayar restitusi walau jangka waktu 30 hari sudah lewat.
Siapa saja yang dapat disebut sebagai pendamping hukum bagi perempuan?
Pada dasarnya, semua pihak dapat menjadi pendamping bagi perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum asalkan dipercaya oleh perempuan tersebut untuk mendampingi membantu perempuan menghadapi proses hukum.
Beberapa pihak yang dapat disebut sebagai pendamping adalah:
1. Paralegal;
2. Keluarga;
3. Psikolog;
4. Psikiater;
5. Pekerja sosial;
6. Konselor;
7. Penasihat hukum;
8. Pendamping lembaga swadaya masyarakat/Woman Crisis Center;
9. Penerjemah bahasa isyarat/bahasa asing;
10. Lembaga bantuan hukum;
11. Orang yang dipercaya oleh perempuan untuk melakukan pendampingan.
(Pasal 1 angka 10 PERMA 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum, Pasal 10 UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Pasal 35 UU 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 18 UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).