Kategori:Pemeriksaan Audio Visual
Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?
Pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan pada:
- Kasus Perdagangan Orang (Pasal 34 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang)
- Kasus yang korban atau saksinya adalah anak (Pasal 27 ayat (3) huruf b Sistem Peradilan Pidana Anak)
- Kasus Terorisme (Pasal 34A ayat (1) huruf d Undang-Undang Terorisme)
- Penyandang Disabilitas (Pasal 11 PP 39 Tahun 2020 Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan)
- Kondisi di mana saksi dan/atau korban merasa mendapatkan ancaman yang sangat berat (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban)
Tautan atau Referensi
- -
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Apa saja dokumen yang harus dipersiapkan jika ingin meminta pemeriksaan melalui perekaman elektronik?
Anda dapat membawa surat dari dokter atau psikolog yang menjelaskan tentang kondisi anak dan bahwa anak tersebut memenuhi syarat untuk diperiksa dengan perekaman elektronik.
Jika saya menjadi korban, apa saja yang bisa saya dapatkan untuk mendapatkan perlindungan?
Hak korban atas perlindungan:
- Penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas Perlindungan;
- Penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan Perlindungan;
- Perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan;
- Perlindungan atas kerahasiaan identitas;
- Perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan Korban;
- Perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan
- Korban dan/ atau pelapor tidak bisa dihukum karena melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi.
Saya harus ke mana jika mau meminta restitusi (ganti kerugian)?
Anda bisa datang langsung atau menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan restitusi.
Apa saja yang harus dibuktikan korban untuk memperoleh ganti kerugian dari tindak pidana?
Pada prinsipnya, korban harus mampu membuktikan 2 (dua) hal, yaitu:
- Jumlah kerugian yang dialaminya; dan
- Hubungan kausal atau keterkaitan antara kerugian tersebut dengan tindak pidana yang dilakukan pelaku.