Kategori:Contoh Tindak Pidana
Saat saya sedang menggunakan pakaian minim dirumah, seseorang dengan sengaja merekam dan menyorot bagian tubuh saya, dan video tersebut kemudian viral. Apakah saya dapat melaporkannya?
Ya, Anda dapat melaporkannya.
Perbuatan tesebut dapat dikenakan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Tautan atau Referensi
- Pasal 14 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2022, https://peraturan.bpk.go.id/Details/207944/uu-no-12-tahun-2022
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Bagaimana peran hakim dalam sidang kasus perempuan?
Hakim tetap menjalankan perannya seperti pada persidangan lainnya. Namun khusus pada sidang yang terdapat perempuan (perempuan sebagai terdakwa atau saksi/korban), Hakim harus mengikuti Perma No. 3 Tahun 2017, yakni Hakim harus bertindak berdasarkan pada penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Dengan kata lain, Hakim harus memperhatikan bahwa perempuan sebagai salah satu kelompok rentan memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan tidak boleh didiskriminasi. Hakim juga perlu memiliki perspektif gender yang baik dan bertujuan menghapuskan atau mencegah kekerasan terhadap perempuan atas dasar apapun ketika mengadili (PERMA 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum)
Mengapa saya perlu tahu soal reviktimisasi?
Dengan mengetahui soal reviktimisasi, anda dapat memahami bahwa perempuan sebagai korban kerap disalahkan dan disudutkan atas peristiwa yang dialami yang pada akhirnya akan merugikan perempuan.
Padahal ketika ia menjadi korban, seharusnya diposisikan sebagai seseorang yang memiliki berhak untuk memperoleh bantuan, mendapatkan perawatan kesehatan dan sebagainya.
Selain itu, mengetahui reviktimisasi membantu anda dalam mengidentifikasi potensi risiko atau situasi yang dapat memperburuk kondisi korban. Dengan memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan reviktimisasi, upaya perlindungan dan keselamatan bagi korban dapat ditingkatkan. Terlebih lagi anda dapat lebih memahami kompleksitas dan kesulitan yang dihadapi oleh korban kekerasan atau trauma.
Saya diperkosa dalam kondisi saya mabuk, apakah hal tersebut adalah salah saya?
Tidak, hal tersebut bukan merupakan kesalahan Anda, dan Anda dapat melaporkan pelaku.
Diperkosa dalam keadaan mabuk dapat dianggap sebagai kondisi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan tidak hanya terbatas pada kondisi fisik atau mental yang melemahkan, tetapi juga dapat mencakup situasi di mana seseorang tidak dapat mempertahankan kendali atas dirinya sendiri atau situasi di sekitarnya. Keadaan mabuk adalah contoh dari situasi di mana seseorang mungkin menjadi tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri dari bahaya atau eksploitasi.
Dalam konteks pelecehan seksual, keadaan mabuk dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan terhadap serangan seksual karena kemampuan mereka untuk membuat keputusan dan mempertahankan batasan pribadi dapat terpengaruh.
Apakah semua permintaan restitusi (ganti kerugian) akan dikabulkan?
Belum tentu. Pertama, sesuai dengan ketentuan di pasal 26 PP Nomor 7 Tahun 2018, Restitusi harus mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk diteruskan kepada Penuntut Umum atau Hakim pengadilan yang berwenang. Restitusi (ganti kerugian) juga hanya diberikan dalam hal pelaku terbukti bersalah dalam melakukan tindak pidana. Terlebih lagi, berdasarkan pasal 31, Pengadilan juga memeriksa permohonan restitusi terlebih dahulu sebelum dikeluarkan penetapan atau putusan yang memerintahkan pelaku untuk memberikan restitusi.