Apakah korban tindak pidana memiliki hak untuk memperoleh ganti rugi akibat kasus yang dialaminya?
Iya. Korban selalu dapat meminta ganti rugi dari kasus yang dialaminya. Artinya, pemulihan atas kerusakan akibat tindak pidana adalah bagian dari hak korban.
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Bagaimana jika pelaku tidak dapat memenuhi kewajiban membayar ganti rugi atau restitusi? Misalnya pelaku tidak ditemukan, pelaku meninggal dunia, atau pelaku gagal bayar?
Dapat digantikan dengan mekanisme kompensasi. Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada korban atau keluarganya. Namun tidak semua perkara bisa dimintakan kompensasi.
Apa saja yang dapat dimintakan restitusi (ganti kerugian)?
Ada 3 jenis restitusi yang dapat dimintakan, yaitu:
- Kehilangan kekayaan atau penghasilan
- Kerugian yang ditimbulkan langsung oleh tindak pidana dan/atau
- Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis
(Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban)
Apakah saya dapat melaporkan perbuatan guru yang telah mencabuli anak saya dengan diiming-imingi atau dijanjikan uang?
Ya, Anda dapat melaporkannya.
Perbuatan tersebut dapat dikenakan Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun) dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
Pasal ini memuat ancaman pidana bagi perbuatan melakukan kekerasan, ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam Pasal 76E UU Perlindungan Anak.
Apakah saya harus memiliki pendamping hukum saat mengalami kasus?
Tidak harus, namun lebih baik jika Anda didampingi. Karena pendamping dapat membantu Anda untuk:
a. Meningkatkan rasa nyaman, keberanian, dan kepercayaan diri Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dalam menghadapi proses hukum. Dalam proses persidangan, pendamping dapat duduk di samping PBH jika diperlukan dan atas izin Majelis Hakim.
b. Memberikan informasi, serta memastikan pemenuhan dan perlindungan hak PBH.