KataHukum
Favorit

Kategori:Sikap Hakim di Persidangan

Apakah ada aturan untuk hakim melakukan sidang kasus perempuan?

Ada, Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan yang mengatur bagaimana hakim memeriksa dan mengadili perkara yang melibatkan perempuan baik sebagai pelaku, saksi maupun korban dan para pihak. Hal ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan berhadapan dengan Hukum.

Tautan atau Referensi

  1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2017, https://peraturan.bpk.go.id/Details/209695/perma-no-3-tahun-2017

Bagikan di Sosial Media

FacebookTwitterWhatsappEmailLinkedin

Lihat Hasil Berkaitan

Siapa yang dimaksud dengan tersangka/terdakwa/terpidana?

Siapa yang dimaksud dengan tersangka/terdakwa/terpidana?

Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?

Apakah pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan di semua kasus?

Pemeriksaan audio visual jarak jauh dapat dilakukan pada:

  1. Kasus Perdagangan Orang (Pasal 34 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang)
  2. Kasus yang korban atau saksinya adalah anak (Pasal 27 ayat (3) huruf b Sistem Peradilan Pidana Anak)
  3. Kasus Terorisme (Pasal 34A ayat (1) huruf d Undang-Undang Terorisme)
  4. Penyandang Disabilitas (Pasal 11 PP 39 Tahun 2020 Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan)
  5. Kondisi di mana saksi dan/atau korban merasa mendapatkan ancaman yang sangat berat (Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban)
Apakah polisi dapat melakukan kekerasan kepada saya ketika menjadi saksi?

Apakah polisi dapat melakukan kekerasan kepada saya ketika menjadi saksi?

Polisi tidak boleh melakukan kekerasan ketika memeriksa Anda sebagai saksi, meskipun polisi tidak puas dengan jawaban Anda atau mencurigai Anda berbohong.

Apakah suami yang menjual istrinya untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain bisa dilaporkan?

Apakah suami yang menjual istrinya untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain bisa dilaporkan?

Ya, perbuatan tersebut dapat dikenakan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) atau Pasal 296 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Dalam UU PTPPO disebutkan bahwa tujuan dari tindakan dalam Pasal 2 adalah eksploitasi. Yang dimaksud dengan eksploitasi dalam hal ini adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang salah satunya dapat berupa eksploitasi seksual dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.

Lebih lanjut UU PTPPO mengatur bahwa yang dimaksud dengan eksploitasi seksual adalah "segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan".