KataHukum
Favorit

Kategori:Menjadi Tersangka

Berapa lama saya akan ditahan selama menjalani proses pidana?

Lamanya masa tahanan tergantung dari tingkatan atau tahapan pemeriksaan yang Anda jalani:

  1. Pada pemeriksaan penyidikan oleh kepolisian, lamanya masa penahanan adalah 60 hari.
  2. Pada pemeriksaan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, lamanya masa penahanan adalah 50 hari.
  3. Pada pemeriksaan peradilan di Pengadilan Negeri, lamanya masa penahanan adalah 90 hari.
  4. Pada pemeriksaan peradilan tingkat banding di Pengadilan Tinggi, lamanya masa penahanan adalah 90 hari.
  5. Pada pemeriksaan peradilan tingkat kasasi di Mahkamah Agung, lamanya masa penahanan adalah 110 hari.

Jika sudah melewati jangka waktu tersebut, maka Anda harus dibebaskan dari tahanan (KUHAP).

Tautan atau Referensi

  1. -

Bagikan di Sosial Media

FacebookTwitterWhatsappEmailLinkedin

Lihat Hasil Berkaitan

Bagaimana cara memperoleh visum (laporan bukti kekerasan dari kedokteran)?

Bagaimana cara memperoleh visum (laporan bukti kekerasan dari kedokteran)?

Untuk dapat memperoleh visum, anda harus:

  1. Meminta Surat Permohonan Visum (SPV) kepada penyidik di kepolisian
  2. Berikutnya pihak kepolisian tersebut akan mengajukan SPV ke lembaga/pusat layanan kesehatan
  3. Pemeriksaan akan dilakukan di rumah sakit, klinik, atau Puskemas yang sudah ditunjuk oleh penyidik.
  4. Biasanya saat pemeriksaan, korban akan ditemani petugas kepolisian. Korban juga bisa minta ditemani keluarga atau kerabat terdekat yang dipercaya
  5. Sedangkan untuk kondisi psikis, korban dapat melakukan pemeriksaan di tempat yang sesuai rujukan ataupun keinginan sendiri di mana hasilnya nanti akan tertuang dalam Surat Keterangan Ahli (SKA) psikologis (Peraturan Menteri Kesehatan no 77 tahun 2015) 
Mengapa kondisi ketidakberdayaan perlu dipertimbangkan oleh hakim?

Mengapa kondisi ketidakberdayaan perlu dipertimbangkan oleh hakim?

Dengan mempertimbangkan kondisi ketidakberdayaan, hakim dapat menjalankan tanggung jawab untuk melindungi korban. Hakim dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil memberikan perlakuan yang adil, termasuk mereka yang mungkin mengalami ketidakberdayaan. Sehingga hakim dapat menjamin akses keadilan dan perlindungan hukum.

Selain itu, kondisi ketidakberdayaan sering kali menunjukan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum (relasi kuasa), sehingga hakim perlu memastikan bahwa proses hukum tidak merugikan bagi pihak yang tidak berdaya. Pertimbangan atas ketidakberdayaan juga akan membuat para pihak dapat berpartisipasi aktif dalam setiap proses dan tahapan hukum.

Apa yang terjadi kepada terdakwa jika hasil putusan pengadilan menyatakan bersalah?

Apa yang terjadi kepada terdakwa jika hasil putusan pengadilan menyatakan bersalah?

Setelah keputusan dibacakan, ada waktu tunggu sebelum keputusan itu menjadi final. Terdakwa punya kesempatan untuk mengajukan banding (jika tidak setuju dengan keputusan pengadilan negeri) atau kasasi (jika tidak setuju dengan keputusan pengadilan tinggi). Jika Terdakwa tidak mengajukan banding atau kasasi, atau jika semua upaya hukum sudah dilakukan, maka menjadi keputusan akhir / berkekuatan hukum tetap (BHT) dan bisa langsung dilaksanakan. Berdasarkan keputusan akhir ini, Terdakwa bisa langsung diperintahkan untuk menjalani hukumannya.

Bagaimana peran hakim dalam sidang kasus perempuan?

Bagaimana peran hakim dalam sidang kasus perempuan?

Hakim tetap menjalankan perannya seperti pada persidangan lainnya. Namun khusus pada sidang yang terdapat perempuan (perempuan sebagai terdakwa atau saksi/korban), Hakim harus mengikuti Perma No. 3 Tahun 2017, yakni Hakim harus bertindak berdasarkan pada penghargaan atas harkat dan martabat manusia, non-diskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Dengan kata lain, Hakim harus memperhatikan bahwa perempuan sebagai salah satu kelompok rentan memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan tidak boleh didiskriminasi. Hakim juga perlu memiliki perspektif gender yang baik dan bertujuan menghapuskan atau mencegah kekerasan terhadap perempuan atas dasar apapun ketika mengadili (PERMA 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum)