Bagaimana cara melakukan pencegahan dan penanganan KDRT oleh masyarakat?
Masyarakat dapat mengambil berbagai langkah untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seperti misalnya:
- Meningkatkan pendidikan dan kesadaran, yakni terkait pencegahan, jenis-jenis dan dampak KDRT, termasuk pemahaman hak-hak korban jika dalam situasi KDRT;
- Menyediakan dukungan emosional, yakni masyarakat menyediakan dukungan emosional terhadap korban, seperti mendengarkan korban, menawarkan tempat tinggal sementara, atau membantu mencari bantuan profesional atau bantuan hukum ke lembaga layanan;
- Menggalang solidaritas, yakni dengan memberikan dukungan kepada individu dan keluarga yang rentan. Termasuk juga mendukung organisasi dan lembaga yang memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban;
- Kampanye dan advokasi, yakni mengorganisir kampanye untuk menggalang dukungan terhadap pencegahan KDRT dan advokasi untuk kebijakan yang mendukung perlindungan korban; dan
- Mendorong perubahan budaya, yakni masyarakat berupaya mengubah norma budaya yang membenarkan kekerasan, dan menggantinya dengan norma yang mendukung hubungan yang sehat dan kesetaraan gender. Termasuk masyarakat menekan juga perlu menekan budaya patriarki yang justru merugikan salah satu pihak.
Masyarakat jika dapat melakukan penangangan KDRT, seperti: Pasal 15 UU PKDRT menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
- Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
- Memberikan perlindungan kepada korban;
- Memberikan pertolongan darurat; dan
- Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Dalam proses persidangan, saya tidak ditanya mengenai kekerasan yang pernah saya alami, apa yang harus saya lakukan?
Anda dapat menyampaikan riwayat kekerasan kepada pengacara atau penasihat hukum ataupun jaksa yang mewakili Anda dalam persidangan. Mereka dapat membantu Anda menentukan apakah hal tersebut relevan atau sesuai untuk disampaikan di persidangan.
Saya ditawari untuk menjadi model dalam sebuah majalah kesehatan oleh seorang fotografer dan melakukan tandatangan kontrak, akan tetapi saat dilakukan pemotretan saya justru disuruh untuk melakukan foto telanjang dan apabila tidak mau saya diancam akan didenda dan diperkosa. Apakah saya dapat melaporkannya?
Ya, Anda dapat melaporkannya.
Perbuatan fotografer tersebut dapat dikenakan Pasal 35 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan diancam 12 tahun penjara.
Dalam Pasal 8 UU Pornografi juga ditegaskan bahwa pihak korban yang dipaksa dengan ancaman, diancam, berada di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk, ditipu daya, atau dibohongi oleh orang lain untuk menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi, tidak dipidana.
Ketika saya diancam oleh orang lain, baik yang saya kenal maupun tidak, apa yang harus saya lakukan?
1. Jangan menyalahkan diri sendiri dan tenangkan diri agar dapat mengambil pilihan yang tepat dan mencari bantuan
2. Kumpulkan barang-barang yang dapat menjadi alat bukti misalnya screenshot atau rekaman perkataan ancamannya
3. Segera melaporkan kekerasan yang Anda alami ke kantor polisi
4. Datanglah juga ke lembaga bantuan hukum atau pengada layanan agar mendapatkan penanganan lebih lanjut
5. Jika Anda kesulitan melaporkan ke lembaga tersebut, Anda dapat menceritakan ke orang yang anda percaya dan meminta bantuan.
Apa yang terjadi setelah permohonan restitusi (ganti kerugian) diajukan?
Pertama, jika permohonan yang diterima sudah lengkap, sesuai dengan ketentuan pasal 23 PP Nomor 7 Tahun 2018, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan pemeriksaan substantif. Pemeriksaan substantif tersebut kemudian menghasilkan keputusan LPSK yang disertai dengan rekomendasi untuk mengabulkan atau menolak restitusi (ganti kerugian), per pasal 26 PP Nomor 7 Tahun 2018. Keputusan ini kemudian disampaikan kepada penuntut umum jika belum ada keputusan dari pengadilan, berdasarkan ketentuan pasal 27, atau kepada pengadilan yang berwenang dalam hal sudah dikeluarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan pelaku bersalah, sesuai denagn ketentuan pasal 28. LPSK kemudian akan memberikan salinan putusan atau penetapan pada korban, keluarga, atau kuasanya dan pelaku, dimana setelah pelaku harus menjalankan proses restitusi dalam waktu 30 hari sejak diterima salinan tersebut, sesuai dengan ketentuan pasal 32 PP nomor 7 Tahun 2018.