Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah perkawianan anak?
- Mendorong peran orang tua dan keluarga dekat untuk menolak perkawinan.
- Memberikan informasi terkait kesehatan reproduksi.
- Memberikan jaminan hak pendidikan 12 tahun.
- Menguatkan keterampilan dan kapasitas perempuan dan anak perempuan untuk memahami hak-haknya.
- Menguatkan peran Pemerintahan Desa/Perangkat Desa untuk merumuskan kebijakan pencegahan perkawinan anak.
- Menguatkan peran Tokoh Agama/Adat/Masyarakat untuk melakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak.
Bagikan di Sosial Media
Lihat Hasil Berkaitan
Siapa saja yang dapat hadir di ruangan saat dilakukan pemeriksaan elektronik pada anak?
Anak dapat diperiksa bersama dengan orang tua/wali, pembimbing kemasyarakatan, atau pendamping lainnya.
Bagaimana mekanisme pemeriksaan elektronik?
- Anak yang akan diperiksa bersama dengan pihak-pihak lain (seperti orang tua/wali, pembimbing kemasyarakatan, atau pendamping lainnya) datang ke tempat yang ditentukan dalam surat panggilan untuk menjalani pemeriksaan;
- Dalam pemeriksaan, anak akan diminta untuk menceritakan apa yang ia lihat, dengar, atau alami;
- Selama menjalani pemeriksaan, anak juga akan diminta untuk menjawab pertanyaan dari Jaksa yang memeriksa perkaranya;
- Keterangan dan jawaban anak akan direkam dan dijadikan alat bukti oleh Jaksa yang memeriksa perkaranya;
- Hasil rekaman tersebut akan disimpan dan diputar di pengadilan sebagai alat bukti, sehingga anak yang diperiksa tidak perlu datang ke ruang sidang untuk diperiksa.
Di mana pemeriksaan elektronik dilakukan?
Pemeriksaan dengan perekaman elektronik dilakukan di kantor Kejaksaan Negeri yang memeriksa perkaranya. Misalnya persidangan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, maka pemeriksaan dengan perekaman elektronik dilakukan di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Mengapa perkawinan di bawah usia 18 tahun disebut perkawinan anak?
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak yang berada dalam kandungan. Dan ini sejalan dengan Konvensi Hak Anak Internasional yang telah diratifikasi atau disetujui oleh pemerintah Indonesia.
Dengan demikian, seluruh perkawinan yang dilakukan oleh anak perempuan atau laki-laki yang berada di bawah usia 18 tahun disebut dengan perkawinan anak.